Salurkan bantuan: Rekening Kemanusiaan Bank Syariah Indonesia (BSI) : 7777680007 an. YPPI Spirit of Aqsa | Konfirmasi hub: +6285210322225 (WhatsApp) |RBM Palestine| Spirit Of Aqsa |Israel terus bombardir Gaza menggunakan Bom Cluster dan Fosfor yang dilarang dunia Internasional | Israel membabi buta serang dan bunuh tenaga medis kesehatan yang membantu para korban di Gaza serta menghancurkan ambulance

Minggu, 23 April 2017

'Kemesraan' Polri dan Novel Baswedan Pascainsiden Air Keras

Jakarta, CNN Indonesia -- Insiden penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan dengan air keras mengejutkan banyak pihak, tanpa terkecuali Polri. Setidaknya, hal itu terlihat ketika berbondong-bondong para pejabat Korps Bhayangkara menjenguk Novel di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April lalu. Kepala Polsek Kelapa Gading Komisaris Argo Wiyono, Kapolres Jakarta Utara Komisaris Besar Dwiyono, dan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, hingga Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberi dukungan moral bagi penyidik utama KPK itu.. Kehadiran para pejabat nomor satu di level kepolisian itu memunculkan kesan ‘mesra’ antara Novel dengan mantan institusi yang mendidiknya. Kunjungan mereka juga seolah menghapus memori perseteruan yang pernah terjadi di antara keduanya. Hari itu, Novel mendapat perawatan medis yang serius setelah disiram air keras oleh dua orang pengendara motor yang identitasnya belum diketahui hingga kini. Lihat juga:Polda: Tersangka Penyerang Novel Tunggu Hasil Puslabfor Novel merupakan perwira lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1998. Ayah empat anak ini sempat bertugas di Kepolisian Resor Bengkulu sejak 1999 hingga 2005. Di pengujung kariernya di Polres Bengkulu, Novel menjabat kepala satuan reserse kriminal. Novel mulai ditugaskan sebagai penyidik KPK pada Januari 2007. Pria kelahiran Semarang, 22 Juni 1977 ini merupakan salah satu penyidik terbaik yang dimiliki lembaga antirasuah. ‘Perseteruan’ Novel dengan institusi Polri dimulai kala ia memimpin satuan tugas penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di tubuh Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri pada 2012. Lihat juga:Polri Bentuk Tim Khusus Usut Kasus Penyiraman Air Keras Novel Novel juga yang memimpin pemeriksaan sekaligus penggeledahan ruang kerja seniornya, Kepala Korlantas kala itu, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Sejak menangani dugaan korupsi simulator SIM, berbagai ancaman kerap diterima Novel dan keluarga. Bahkan tidak lama setelah ia memeriksa dan menggeledah ruang kerja Djoko, penyidik Polres Bengkulu menciduk Novel di Gedung KPK, 5 Oktober 2012. Novel dituduh melakukan tindak pidana pembunuhan dengan kekerasan saat menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004. Kasus ini akhirnnya ‘tutup buku’ setelah Kejaksaan Negeri Bengkulu meneken surat keputusan bernomor B03N.7.10/RP.10/2/2016 tentang penghentian penuntutan terhadap Novel. Jaksa berpendapat, kasus Novel tidak layak dilanjutkan ke pengadilan karena sejumlah alasan, salah satunya, alat bukti tidak cukup. Kasus Novel pun dianggap kedaluarsa sejak 18 Februari 2016. Tak hanya itu, perseteruan juga sempat terjadi saat Novel yang masa tugasnya sebagai penyidik KPK habis, menolak kembali bertugas di Polri pada November 2012. Kala itu, polemik terjadi lantaran publik menganggap langkah penarikan Novel merupakan skenario melemahkan KPK mengusut dugaan korupsi simulator SIM. Novel akhirnya resmi pensiun dari polri dan menjadi penyidik tetap KPK pada 2014. Lihat juga:Teror Air Keras Novel Baswedan dan Pengawalan Penyidik KPK Terakhir, gejolak di antara Novel dan Polri terungkap setelah dia sebagai Ketua Wadah Pegawai (WP) mengajukan keberatan atas keinginan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terkait rekrutmen penyidik. Informasi yang diperoleh CNNIndonesia.com, Aris mengirim nota dinas kepada pimpinan, meminta perwira tinggi Polri untuk dijadikan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidikan di KPK. Ada tiga alasan yang membuat Novel keberatan, di antaranya permintaan perwira tinggi Polri langsung sebagai Kasatgas Penyidikan tidak sesuai prosedur dan WP mengkhawatirkan integritas perwira yang direkrut tanpa prosedur reguler. Terkait ‘kemesraan’ Polri dengan Novel, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi menganggap hal itu wajar. Hal itu lantaran Novel dianggap sebagai sosok yang pernah menjadi bagian dari keluarga besar Polri. “Tidak ada yang khusus. Novel tetap keluarga besar Polri walau sudah pensiun dini," ujar Muradi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/4). Lihat juga:Jokowi Diminta Ikuti SBY untuk Bongkar Kasus Air Keras Novel Muradi menyebutkan, kedatangan pejabat kepolisian menjenguk Novel merupakan langkah untuk mengantisipasi opini publik yang menyebut bahwa Polri berada di balik layar atas penyiraman air keras tersebut. “Untuk menetralisir bahwa ini bukan bagian dari kerjaan Polri. Dengan begitu, bisa memecahkan situasi ada masalah antara Polri dengan Novel atau Polri dengan KPK," tutur Muradi. (rdk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar